Bismillah
Tulisan ini adalah hasil resume dari Seminar Parenting Nabawiyah hari kedua yang saya ikuti di Kabupaten Siak pada tanggal 14 Agustus 2015 dengan nara sumber Ust. Budi Ashari, Lc. ditambah beberapa sumber bacaan yang berasal dari parenting nabawiyah.com dan akademi keluarga.
Pentingnya Tauhid
# Tauhid itu ibarat pohon :
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS. Ibrahim, 24).
# Tauhid ialah sesuatu yang tidak tampak (ghoib). Pada pohon ia diumpamakan akar, amalan seperti batang, dan akhlak seperti cabang. Jika akar pohon kuat maka darinya tumbuh batang yang kuat dan tidak mudah goyah atau patah jika tertiup angin kencang.
# Seperti itulah ketika seorang muslim melakukan amalan dengan pondasi tauhid. Tauhid yang baik akan menghasilkan amalan dan akhlak yang baik, yang kelak akan menghasilkan buah kebahagiaan di dunia dan akhirat.
# Orang yang ber tauhid (meng esakan Allah) maka mereka punya Tuhan yang tidak terlihat (ghoib). Manfaatnya dahsyat, mereka sangat yakin bahwa Allah selalu melihat dan mengetahui semua perbuatannya (memiliki kontrol/pengawasan ruh yang kuat).
# Kontrol/pengawasan ada 2, kontrol ruh/spiritual dan kontrol fisik.
# Kontrol fisik – seperti peraturan lalu lintas, bila ada polisi maka orang akan menaati marka lalu lintas, namun bila tidak ada polisi maka aman-aman saja melakukan pelanggaran lalu lintas.
# Karena dahsyatnya kontrol ruh ini maka jangan biasakan menakuti anak dengan sesuatu/seseorang yang terlihat, contoh ada anak menangis ditakuti orang tuanya dengan polisi… “ssttt diam dek, itu ada polisi… jangan nangis nanti ditangkap.” Anak memang untuk sesaat saat melihat polisi ia akan diam, tapi ketika sudah tidak terlihat lagi polisinya, ia akan menangis lagi.
# Cara menanamkan kontrol ruh pada anak adalah melalui kisah, contoh kisah Abdullah bin Umar dan anak penggembala kambing.
# Orang yang ber tauhid (meng esakan Allah) adalah orang yang paling kuat tawakalnya, kuat jiwanya, tidak mudah goyah terbawa arus dan tidak menjadi generasi ikut-ikutan.
# Orang yang ber tawakal, bila bahagia tidak melampaui batas begitu pula bila sedih tidak sampai berlebihan dan jatuh pada putuh asa.
# Dalam kamus orang beriman tidak ada istilah galau, putus asa, stress dan bunuh diri karena setiap mereka mendapati musibah selalu menemukan celah untuk menjadi anugrah.
# Contoh kisah yang bisa dibacakan dan ditanamkan pada anak adalah kisah shahabiyah Khonsa’ .
# So… Penanaman tauhid merupakan pondasi paling penting di dunia pendidikan Islam.
# Maka, sejak saat ini keluarga muslim tidak boleh lagi terbalik cara pandangnya, sibuk mengajarkan permainan edukasi, mengenalkan dunia IT sejak dini, calistung dan bahasa asing sejak usia awal, tetapi tidak mengajarkan TAUHID !
Ghoib ≠ Abstrak
# Menurut Rousseau yang menjadi salah satu rujukan dunia pendidikan hari ini, anak tidak layak dikenalkan tentang konsep ketuhanan kecuali jika telah mencapai usia 18 tahun. Karena menurut nya ketuhanan itu abstrak, sementara anak-anak harus dikenalkan terlebih dahulu dengan konsep kongkret padahal ghoib itu tidak sama dengan abstrak.
# Allah tidak abstrak tapi ghoib, Allah ada tapi tidak ter indera.
Tauhid Harus dDiajarkan Sejak Dini
# Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin berkata :
“Ketahuilah bahwa semua yang kami jelaskan tentang akidah (dimulai tentang Allah dan semua sifat sempurna Nya dan bahwa Dia tidak sama dengan makhluk, kemudian tentang rukun iman, kehidupan setelah kematian, adzab kubur, mizan, shiroth, haudh, hisab, surga neraka, syafaat dan selanjutnya tentang keutamaan para sahabat nabi, urutan sahabat setelah nabi secara kemuliaan, barbaik sangka kepada seluruh sahabat dan memuji mereka) harus dihadirkan untuk anak-anak di awal pertumbuhannya untuk dia hapal, selanjutnya terbuka sedikit demi sedikit di usia besarnya. Maka urutannya : Al Hifdz (menghapal) kemudian Al Fahm (pemahaman) kemudian Al I’tiqod (ikatan), Al Iqon (keyakinan) dan At Tashdiq (membenarkan). Semua ini akan dimiliki oleh anak tanpa bukti/dalil rumit.”
# Jundub bin Junadah – radhiyallahu ‘anhu berkata,”kami telah bersama nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika kami masih sangat muda. Kami mempelajari iman sebelum Al Qur’an, kemudian barulah kami mempelajari Al Qur’an hingga bertambahlah keimanan kami karenanya.” (HR. Ibnu Majah)
Urutan Menanamkan Tauhid
# Jadi, menurut Al Ghazali, urutan menanamkan tauhid pada anak adalah :
1. Al Hifdz – dihapal 2. Al Fahm – dipahami 3. Al I’tiqod – di ikat 4. Al Iqon – diyakini 5. At Tashdiq – dibenarkan
1. Al Hifdz
# Ajari anak menghapal konsep-konsep keimanan walau mereka belum paham benar arti dan kandungannya karena akal mereka belumlah sampai . Di masa ini kita belum memaparkan dalil nanti akan ada waktunya.
# Tahapan dalam menghapal dimulai dengan talqin yaitu membacakan berulang-ulang hingga anak-anak hapal dan bisa mengucapkan.
Contoh : “Siapa yang menciptakanmu?” » “Allah” , “Siapa yang memberimu mata untuk melihat?” » “Allah”
# Allah memudahkan masuknya iman di awal pertumbuhan anak-anak tanpa ada kebutuhan dan bukti.
# bahkan Allah membuka mulut anak-anak kita di awal mulai lancar bicara dan penasaran dengan semua yang ada, untuk bertanya pertanyaan-pertanyaan yang sederhana namun sebenarnya bisa kita masukkan iman didalamnya.
Misal : Anak bertanya, “mengapa matahari tidak ada di malam hari?” Apa jawaban kita pada umumnya… kita akan sibuk menjawab pertanyaan itu seperti bumi itu berputar pada porosnya maka bla bla dan seterusnya yang kesemuanya kita jelaskan secara ilmiah, padahal itulah kesempatan kita dari Allah untuk menanamkan tauhid, yaitu dengan menjawab, “Begitulah Allah menciptakan alam semesta… dan seterusnya seperti malam hari ada bulan dan bintang, siang hari ada matahari. Allah menciptakan malam hari untuk kita tidur dan siang hari untuk kita bekerja dan beraktifitas.”
2. Al Fahm
# Kemudian tahapan dalam menghapal dilanjutkan dengan penguatan yaitu dengan pemahaman ilmu tauhid dari Qur’an dan hadist , pemahaman melalui aktifitas ibadah seperti shalat, thilawah al qur’an dengan tafsirnya, membaca hadist dan memahami maknanya, duduk di majelis ilmu bersama orang-orang shaleh,, membacakan kisah orang-orang shaleh, dan banyak lainnya.
# Aktifitas-aktifitas ini ibarat mnenyiram benih-benih hafalan (talqin) agar akar tauhidnya tertancap kuat dan batangnya tumbuh kokoh.
3. Al I’tiqod, 4. Al Iqon, dan 5. At Tashdiq
# Jauhi pengajaran tauhid versi filsafat, konsep filsafat yang dimaksud adalah mengajarkan tauhid namun tidak menanamkan, meyakini atau mengamalkannya, atau mengajarkan tauhid dengan pemahaman yang rumit , berputar-putar, mencari Tuhan dengan mencari bukti sekian banyak namun ujungnya adalah tersesat di belantara pemikiran dan tidak pernah sampai pada tujuan.
# Iman diajarkan dalam tulisan dan ujian tapi tidak pernah sedikitpun tertanam… dan sayangnya inilah kurikulum pengajaran tauhid di negeri ini !
# Jagalah pendengarannya sekuat mungkin dari perdebatan dan filsafat karena efek kekacauan nya lebih banyak daripada ketenangannya. Keburukannya lebih banyak dari kebaikannya.
# Al Ghazali rahimahullah mengibaratkan filsafat seperti palu besi, jika palu itu dipukulkan ke pohon yang baik maka bukan semakin rindang pohonnya namun justru merusaknya.
Agar Anak Berinteraksi Baik dengan Allah
Dr. Adnan Baharist mengulas beberapa cara agar anak berinteraksi baik dengan Allah :
1. Menghidupkan fitrah
# Fitrah tauhid itu sesungguhnya telah ada dalam diri anak, maka tugas kita adalah menjaga fitrah itu dan terus menyiraminya hingga ia tumbuh kokoh (QS. Al A’raaf:172, QS. Ar Ruum:30, HR. Muslim Bukhari – “Tidak ada anak dilahirkan kecuali diatas fitrah, maka kedua orangtuanya lah yang menjadikannya yahudi, nasrani dan majusi. Sebagaimana binatang yang sehat melahirkan anaknya juga sehat, bukankah kalian ketahui bahwa cacat terjadi setelah dilahirkan” ).
# Yang dimaksud dengan fitrah adalah bahwa jiwa manusia memahami dengan otomatis tentang ketuhanan karena itulah dengan sederhana dan tanpa perlawanan kita bisa dengan mudahnya memasukkan di usia awal anak –anak kita bahwa gunung, langit, air, manusia dan semua yang ada diciptakan oleh Allah.
# Muhammad Quthub mengingatkan kita momentum mahal berikut ini :
“Waktu dimana seorang anak mengharapkan jawaban orang tuanya merupakan waktu terbaik dan utama untuk mengarahkan anak dan menanamkan nilai fitrah dalam dirinya. Tidak boleh mengabaikan pertanyaan-pertanyaan anak – khususnya yang berhubungan dengan akidah – karena menganggap bahwa dia masih kecil dan belum cukup akal atau belum bisa memahami nilai-nilai tinggi ini. Karena sesungguhnya fitrah telah bangun dan terkait dengan Robb dan penciptanya di usia sangat awal.”
# Maka ketika anak bertanya, kita sebaiknya menjawab dengan mengaitkannya dengan akidah terlebih dahulu baru kemudian menjelaskan sebab akibatnya .
Misal : Saat anak bertanya, “mengapa hujan turun?” maka kita dapat menjawabnya dengan, “Karena Allah yang menurunkan hujan, nak…” kemudian bisa kita cari dan bacakan dalilnya “Dan kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam (QS. Qaaf : 9) . Jadi…. Allah yang menurunkan hujan, dengan adanya air hujan maka pohon-pohon dan biji-bijian bisa tumbuh … dan seterusnya.
2. Mengenalkan kenikmatan Allah
# Ajak anak mengamati atau mentadabburi ciptaan-ciptaan Allah, caranya dengan melihat, memperhatikan, menganalisa, menyimpulkan, dan mensyukuri (QS. Lukman:20, QS. An Nahl:14, QS. Al Fathir:3, QS. Adz Dzariyat:21).
Misal : ajak anak berjalan-jalan di kebun kemudian ajak anak melihat pohon dan buah yang ada di kebun itu, misal pohon mangga … minta ia memetiknya dan ajak ia berdialog seperti “mangga itu rasanya apa?’ >> “manis” , “coba perhatikan, ada tidak bekas jahitannya” >> “ti dak ada bunda”, “kalau begitu bagaimana bisa rasanya manis yaaa, siapa yang memasukkan gula kedalamnya?” >> “Allah yang menjadikan mangga itu manis”… “ Ya…. Allah yang menciptakan manga rasanya manis sehingga bisa kita makan dan rasanya enak, begitu banyak buah-buahan yang Allah ciptakan dan bisa kita nikmati , maka dari itu kita harus bersyukur kepada Allah.”
# bicarakan nikmat Allah dan ajak anak terus mensyukurinya melalui peringatan dan ancaman. Ancamannya adalah dicabutnya nikmat Allah. Hal ini bisa terjadi dikarenakan lalainya manusia terhadap peringatan Allah.
3. Muraqabatullah \ merasa diawasi Allah
# (Lukman berkata) : “ Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau didalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah maha halus lagi maha mengetahui (QS. Lukman:16).
# Menanamkan pada anak bahwa Allah selalu melihat dan mengawasi dengan berdialog – bahwa Allah maha melihat sehingga anak selalu merasa dalam pengawasan Allah, takut bermaksiat walau sendiri, yakin bahwa semua perbuatan dan ucapan akan dicatat.
4. Latihlah ibadah-ibadah wajib
# Dengan ibadah anak berlatih langsung menanamkan tauhid uluhiyyah.
# Ajarkan ibadah bukan dengan iming-iming hadiah dari kita, tapi tanamkan dengan keimanan pada Allah. Sebagai permulaan, tak apa-apa jika reward hanya sebagai stimulus tapi tetap ingatkan bahwa kita beribadah untuk mendapatkan ridho Allah.
Misal : Jelaskan pada anak dengan berdialog bahwa begitu banyaknya nikmat Allah yang kita peroleh, sebutkan satu per satu sampai banyak dan tak bisa kita hitung lagi nikmat yang telah Allah berikan… maka kita harus bersyukur dan berterima kasih kepada Allah, bagaimana caranya kita bersyukur yaitu dengan beribadah kepada Allah seperti mendirikan shalat dan berpuasa di bulan Ramadhan.
# “Perintahkan anak-anak kalian shalat pada usia 7 tahun, pukullah mereka jika meninggalkannya pada usia 10 tahun dan pisahkan di antara mereka tempat tidurnya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud-hasan)
# Sebelum usia 7 tahun sudah dikenalkan dan diajak, usia 7 tahun diperintahkan dan dikondisikan sudah rapi tata caranya dan benar bacaan shalatnya (minimal sudah mengetahui bagaimana shalat itu), dan di usia 10 tahun (menjelang baligh) anak sudah paham dan terbiasa dengan rutinitas shalat. Jika anak lalai maka boleh dipukul…. Perhatikan pemukulan hanya dilakukan apabila terjadi pelanggaran syariat (shalat).
5. Kisahkan kisah-kisah tauhid dan keutamaannya
# “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Yusuf : 111)
# Sebagian besar isi Al Qur’an adalah kisah, maka bisa kita contoh metode berkisah ini dalam mendidik anak. Sampaikan kisah yang detil dan jelas targetnya untuk penanaman tauhid.
Pertanyaan
# Apa jawabannya bila anak bertanya “di surga ada es krim nggak?”
Kuncinya : Bila bicara tentang hal yang ghoib maka harus disertakan dengan dalil, karena ghoib tidak terlihat maka jawabannya harus jelas.
Panduannya tidak boleh ngarang --- untuk menjawabnya maka carilah kalimat umum di Al-Qur’an, hadist atau perkataan ulama yang dibahasakan dengan bahasa anak tapi tetap menjaga adab (dengan menggunakan bahasa yang baik bukan menggunakan bahasa gaul) karena Al Qur’an adalah wahyu Allah.
Maka, untuk menjawab pertanyaan diatas kita kutip QS. Qaff : 35
“ Mereka (penghuni surga) didalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki, dan pada kami ada tambahannya.”
Jadi… Setiap anak bertanya, “Bunda…. Di surga ada es krim nggak?” >> jawablah…. “Mereka para penghuni surga akan mendapatkan semua yang mereka inginkan.”
“Kalau robot ada bun…?” >> jawab lagi , “mereka para penghuni surga akan mendapatkan semua yang mereka inginkan.” “Berarti ada yaa bun…” >> jawab lagi, “Mereka para penghuni surga akan mendapatkan semua yang mereka inginkan.”
Anak-anak akan menafsirkan sendiri jawaban orang tuanya, tidak berdosa bagi mereka karena mereka belum baligh, jadi yang menyatakan ada atau tidak adanya es krim di surga adalah mereka sendiri, kita hanya membacakan ayat.
# Bolehkah menjawab pertanyaan anak dengan tidak tahu jika memang kita tidak tahu jawabannya?
Jawabannya harus, kita tidak boleh mengarang atau menebak-nebak jawaban.
Pelajaran yang dapat diambil oleh anak adalah, bahwa jika kita tidak tahu maka kita menjawab apa adanya kita bukan sok tahu dan jika kita tidak tahu, maka kita perlu belajar dengan bertanya pada orang yang tahu.
# Bila anak bertanya dimana allah? Bagaimana menjawabnya…
Jika kita ingin menunjukkan ketinggian , kebesaran atau kekuasaan Allah, maka kita menjawab dengan merujuk hadist
Rasulullaah saw bertanya kepada seorang budak perempuan kepunyaan Mu’awiyah bin Hakam As Sulamiy sebagai ujian keimanan sebelum ia dimerdekakan oleh tuannya. “Beliau bertanya kepada budak perempuan itu, ‘Dimanakah Allah?’ Jawab budak perempuan, ‘Di atas langit’ Beliau bertanya lagi, “Siapakah aku” Jawab budak perempuan, ‘Engkau adalah Rasulullaah’, Beliau bersabda, ‘Merdekakan dia! Karena sesungguhnya dia seorang mu’minah (perempuan yang beriman)’.” (HR. Muslim)
Jika kita ingin menunjukkan tentang kedekatan Allah, maka kita dapat menjawab dengan merujuk ayat 186 surat Al Baqarah
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), “Aku itu dekat”. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
- End -
>> Peer : Buat draft selama 110 hari untuk menanamkan konsep iman melalui kisah (sejarah Islam).
>> Ya Allah… Mampukanlah dan bimbinglah kami mendidik anak-anak kami menjadi anak-anak yang shaleh dan shalehah, yang kokoh iman dan tauhid nya, yang mencintai dan Kau cintai, Aamiin….
Minggu, 16 Agustus 2015
Minggu, 02 Agustus 2015
TUGAS DAN AMANAH ORANG TUA PADA ANAK
Resume Dauroh Keluarga ke-1
TUGAS DAN AMANAH ORANG TUA PADA ANAK
Oleh : Ust. DR. Hidayatullah Ismail, Lc
Tugas utama dan amanah orang tua pada anak-anaknya adalah menanamkan tauhid atau keimanan.
Tugas dan amanah ini tidak bisa dilakukan asal-asalan saja karena amanah ini nanti akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah SWT.
Manusia tanpa iman bagaikan bangkai yang berjalan diatas bumi ini.
Untuk mendapatkan iman dan menguatkannya, manusia harus senantiasa meminta hidayah dan petunjuk dari Allah.
Mengenai tugas dan amanah orang tua ini bisa kita lihat contohnya pada kisah Nabi Ya’kub, keluarga Imron dan Lukman yang tertulis didalam Al Qur’an.
1. Kisah Nabi Ya’kub, lihat Q.S Al Baqarah : 133.
Di dalam ayat tersebut dikisahkan tentang Nabi Ya’kub yang bertanya pada anak-anaknya saat maut akan menjemputnya, yaitu : “Apa yang kamu sembah sepeninggalku”
Mereka menjawab :
Dari jawaban anak-anaknya tersebut dapat dilihat bahwa Ya’kub telah berhasil mendidik anak- anaknya dalam menanamkan tauhid kepada Allah dan Ya’kub adalah sosok ayah yang menjadi panutan dan dicintai serta dibanggakan anak-anaknya.
Bagaimana seorang ayah bisa menjadi panutan bagi anak2 nya ?
Ayah tersebut haruslah menjadi sosok yang dekat dengan anak2nya, mencintai anak2nya dan menjadi orang pertama yang memberi contoh dalam masalah keimanan (hal ini berlaku juga buat para ibu).
So…. Para ayah, sisihkanlah waktu untuk bermain, membersamai dan berkomunikasi dengan anak-anak. Contohlah Umar bin Khattab, seorang sosok yang besar, khalifah Rasulullah yang dilihat seorang calon gubernur saat datang ke rumahnya sedang asyik bermain dengan anak dan cucunya hingga calon gubernur itu merasa heran dengan perbuatan Umar itu dan menanyakan atas sikapnya itu.
Jadi kesimpulan dari kisah Nabi Ya’qub di atas dapat disimpulkan bahwa tugas orang tua terhadap anak adalah :
Bila ketiga hal tersebut sudah tertanam kuat dalam rumah tangga maka rumah tangga itu dikatakan rumah tangga yang berhasil, sementara rumah tangga yang gagal/broken home adalah rumah tangga yang gagal mentauhidkan Allah.
Dari rumah tangga – rumah tangga yang berhasil inilah diharapkan akan lahir peradaban yang gemilang .
2. Kisah keluarga Imron (QS. Ali Imron)
Imron adalah contoh sosok seorang ayah yang mencarikan guru buat anak nya Maryam dengan mengajukan syarat, siapa yang berhasil menahan pena yang dilemparnya tidak hanyut ke sungai yang airnya mengalir maka ia lah yang menjadi guru bagi anaknya. Dan yang berhasil memenuhi persyaratan Imron ini adalah Zakaria.
Dari kisah ini dapat diambil pelajaran bahwa orang tua haruslah berhati-hati dalam mencari guru bagi anak karena guru merupakan komponen yang penting dalam mendidik anak.
3.Kisah keluarga Lukman (QS. Lukman: 13, 16-19)
Nasihat Lukman kepada putranya ini bisa kita jadikan kurikulum di rumah kita, apa sajakah itu :
Alhamdulillah…. Tema dauroh keluarga yang pertama ini disampaikan pada hari ini hari Sabtu, tanggal 1 Agustus 2015 dan ini adalah dauroh pertama yang kami ikuti setelah Fayyash dan Aisha resmi tercatat sebagai santri di kuttab Assakinah.
TUGAS DAN AMANAH ORANG TUA PADA ANAK
Oleh : Ust. DR. Hidayatullah Ismail, Lc
Tugas utama dan amanah orang tua pada anak-anaknya adalah menanamkan tauhid atau keimanan.
Tugas dan amanah ini tidak bisa dilakukan asal-asalan saja karena amanah ini nanti akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah SWT.
Manusia tanpa iman bagaikan bangkai yang berjalan diatas bumi ini.
Untuk mendapatkan iman dan menguatkannya, manusia harus senantiasa meminta hidayah dan petunjuk dari Allah.
Mengenai tugas dan amanah orang tua ini bisa kita lihat contohnya pada kisah Nabi Ya’kub, keluarga Imron dan Lukman yang tertulis didalam Al Qur’an.
1. Kisah Nabi Ya’kub, lihat Q.S Al Baqarah : 133.
Di dalam ayat tersebut dikisahkan tentang Nabi Ya’kub yang bertanya pada anak-anaknya saat maut akan menjemputnya, yaitu : “Apa yang kamu sembah sepeninggalku”
Mereka menjawab :
- Kami akan menyembah Tuhanmu
- Kami akan menyembah Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishaq yaitu Tuhan yang Maha Esa
- Dan kami hanya berserah diri pada Nya
Dari jawaban anak-anaknya tersebut dapat dilihat bahwa Ya’kub telah berhasil mendidik anak- anaknya dalam menanamkan tauhid kepada Allah dan Ya’kub adalah sosok ayah yang menjadi panutan dan dicintai serta dibanggakan anak-anaknya.
Bagaimana seorang ayah bisa menjadi panutan bagi anak2 nya ?
Ayah tersebut haruslah menjadi sosok yang dekat dengan anak2nya, mencintai anak2nya dan menjadi orang pertama yang memberi contoh dalam masalah keimanan (hal ini berlaku juga buat para ibu).
So…. Para ayah, sisihkanlah waktu untuk bermain, membersamai dan berkomunikasi dengan anak-anak. Contohlah Umar bin Khattab, seorang sosok yang besar, khalifah Rasulullah yang dilihat seorang calon gubernur saat datang ke rumahnya sedang asyik bermain dengan anak dan cucunya hingga calon gubernur itu merasa heran dengan perbuatan Umar itu dan menanyakan atas sikapnya itu.
Jadi kesimpulan dari kisah Nabi Ya’qub di atas dapat disimpulkan bahwa tugas orang tua terhadap anak adalah :
- Menanamkan tauhid dan keimanan pada anak.
- Menghindari kesyirikan (membersihkan rumah kita dari peninggalan-peninggalan pusaka dan jimat2).
- Mengajarkan anak untuk berserah diri sepenuhnya pada aturan-aturan agama (aturan-aturan Allah) atau mengikatkan diri pada aturan-aturan Allah.
Bila ketiga hal tersebut sudah tertanam kuat dalam rumah tangga maka rumah tangga itu dikatakan rumah tangga yang berhasil, sementara rumah tangga yang gagal/broken home adalah rumah tangga yang gagal mentauhidkan Allah.
Dari rumah tangga – rumah tangga yang berhasil inilah diharapkan akan lahir peradaban yang gemilang .
2. Kisah keluarga Imron (QS. Ali Imron)
Imron adalah contoh sosok seorang ayah yang mencarikan guru buat anak nya Maryam dengan mengajukan syarat, siapa yang berhasil menahan pena yang dilemparnya tidak hanyut ke sungai yang airnya mengalir maka ia lah yang menjadi guru bagi anaknya. Dan yang berhasil memenuhi persyaratan Imron ini adalah Zakaria.
Dari kisah ini dapat diambil pelajaran bahwa orang tua haruslah berhati-hati dalam mencari guru bagi anak karena guru merupakan komponen yang penting dalam mendidik anak.
3.Kisah keluarga Lukman (QS. Lukman: 13, 16-19)
Nasihat Lukman kepada putranya ini bisa kita jadikan kurikulum di rumah kita, apa sajakah itu :
- Jangan menyekutukan Allah.
- Jangan mendurhakai orang tua terlebih ibu.
- Tanamkan pada jiwa anak kita bahwa perbuatan kita sekecil apapun itu akan dibalas oleh Allah SWT – adanya pengawasan Allah.
- Perintahkan anak untuk shalat setelah terlebih dahulu diberi contoh.
- Amar ma’ruf nahi munkar dan bersabar terhadap apa yang menimpa.
- Ajarkan adab dan akhlak. Mengenalkan tawadhu.
Alhamdulillah…. Tema dauroh keluarga yang pertama ini disampaikan pada hari ini hari Sabtu, tanggal 1 Agustus 2015 dan ini adalah dauroh pertama yang kami ikuti setelah Fayyash dan Aisha resmi tercatat sebagai santri di kuttab Assakinah.
Langganan:
Postingan (Atom)